Rabu, 04 Desember 2013


I. PENDAHULUAN

Kota Makassar pada masa H.M.Dg.Patompo (1965-1978) menjabat Walikotamadya Makassar, yaitu tanggal 1 September 1971 berubah namanya menjadi Kota Ujung Pandang setelah diadakan perluasan kota dari 21 km² menjadi 175,77 km². Namun kemudian, pada tanggal 13 Oktober 1999 berubah kembali namanya menjadi Kota Makassar.

Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam), Makassar, Indonesia.
Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam), Makassar, Indonesia.
Kota Makassar biasa juga disebut Kota Daeng atau Kota Anging Mamiri. Daeng adalah salah satu gelar dalam strata atau tingkat masyarakat di Makassar atau di Sulawesi Selatan pada umumnya, Daeng dapat pula diartikan "kakak". Ada tiga klasifikasi "Daeng", yaitu : nama gelar, panggilan penghormatan, dan panggilan umum. Sedang Anging Mamiri artinya “angin bertiup” adalah salah satu lagu asli daerah Makassar yang sangat populer pada tahun 1960-an. Lagu ini sangat disukai oleh Presiden Republik Indonesia, Ir.Soekarno ketika berkunjung ke Makassar pada tanggal 5 Januari 1962.

Secara geografis Kota Makassar berada pada koordinat antara 119º 18' 27,79" - 119º 32' 31,03" Bujur Timur dan antara 5º 3' 30,81" - 5º 14' 6.49" Lintang Selatan, atau berada pada bagian barat daya Pulau Sulawesi dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 0 - 25 m. Karena berada pada daerah khatulistiwa dan terletak di pesisir pantai Selat Makassar, maka suhu udara berkisar antara 20º C - 36º C, curah hujan antara 2.000 - 3.000 mm, dan jumlah hari hujan rata-rata 108 hari pertahun. Iklim di kota Makassar hanya mengenal dua musim sebagaimana wilayah Indonesia lainnya, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung dari bulan Oktober sampai April yang dipengaruhi muson barat - dalam bahasa Makassar disebut bara’ -, dan musim kemarau berlangsung dari bulan Mei sampai dengan September yang dipengaruhi angin muson timur – dalam bahasa Makassar disebut timoro -. Pada musim kemarau, daerah Sulawesi Selatan pada umumnya sering muncul angin kencang yang kering dan dingin bertiup dari timur, yang disebut angin barubu (fohn).

Dengan perluasan wilayah Kota Makassar menjadi 175,77 km2, maka batas-batas wilayahnya berubah, sebagai berikut:

  • Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), dan Kabupaten Maros.
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten Gowa.
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar.
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar.

Dalam kehadirannya, Kota Makassar mempunyai pengalaman sejarah tersendiri yang sangat berkaitan dengan sejarah Sulawesi Selatan dan Indonesia pada umumnya sebagai bagian dari suatu keterikatan baik dalam geologi, iklim, fauna, flora, dan penduduk yang keseluruhannya adalah ciptaan ALLAH S.W.T, maupun keterikatan dalam tingkat kehidupan dalam masyarakat, budaya dan sistem pemerintahannya. Seperti diketahui, Sulawesi Selatan terdiri atas empat rumpun suku, yaitu : Makassar, Bugis, Mandar, dan Toraja.

Menurut penelitian para sejarawan, pada zaman prasejarah, perkembangan manusia di Sulawesi Selatan sudah menunjukkan pada tingkat kehidupan perundagian (zaman pertukangan) dengan ditemukannya perkakas peninggalan masa lampau berdasarkan penemuan-penemuan yang dilakukan oleh beberapa ahli prasejarah, antara lain adalah:
  1. Fritz Sarasin dan Paul Sarasin dua bersaudara bangsa Swiss, dalam tahun 1920 menemukan budaya suku Toala (Pannei) di Maros dan Pangkajene dan Kepulauan. Oleh Van Stein Callenfels menetapkan umur budaya Toala 300 - 500 S.M.
  2. H.R.van Heekeren, mengadakan penelitian di Sulawesi Selatan. Di Cabbenge (Soppeng) ditemukan fosil hewan pertama serta alat-alat serpih dan kapak perimbas yang berasal dari kala Pliosen Akhir. Di Leang Codong dekat Citta Soppeng, dalam tahun 1937 ditemukan 2.700 buah gigi yang diperkirakan mewakili 2.657 orang yang berasal dari masa Holosin. H.R.van Heekeren melanjutkan penelitian di Kabupaten Maros yaitu di Goa Saripa, ditemukan banyaknya mata panah yang disebut Lancipan Maros.
  3. Van Stein Callenfels melakukan ekskavasi di daerah Bantaeng dan Gua Batu Ejaya, ditemukan antara lain mata-uang Belanda, gerabah, dan beliung persegi. Di samping itu, ditemukan juga sebuah gelang perunggu, oleh Van Stein Callenfels menetapkan umur lapisan 300 S.M.
  4. Temuan-temuan dari kala Pasca-Plestosen dalam gua-gua antara lain, Leang Karassa (Goa Hantu) ditemukan rangka manusia dan alat serpih bilah (pisau atau alat penusuk dibuat dari batu digunakan untuk berburu dan perkakas keperluan rumah tangga) yang merupakan unsur budaya Suku Toala, di Leang JariE dan PataE, Maros ditemukan lukisan cap tangan dan babi.

Arca Buddha dari mazhab seni Amaravati ditemukan di Mamuju
Arca Buddha dari mazhab seni Amaravati
 ditemukan di Mamuju
Selain itu, di Sikendeng, Sampaga, Mamuju ditemukan arca Buddha yang terbuat dari perunggu berasal dari mazhab seni Amaravati,India Selatan yang berkembang pada abad ke 2 hingga abad ke 5 Masehi yang menunjukkan adanya hubungan serta pengaruh tertua budaya India di Sulawesi Selatan atau di Indonesia. Di Makassar (Ujung Pandang) ditemukan sebuah kapak yang sangat besar, panjang 70,5 cm terbuat dari perunggu dengan hiasan menyerupai bejana yang dapat diisi air, disebut "Kapak Makassar" serta ditemukan juga gerabah-gerabah (alat memasak yang dibuat dari tanah liat) dari hasil penggalian. Gerabah ini berasal dari Kalumpang di tepi Sungai Karama, Mamuju yang menyebar ke Maros, Makassar, Takalar, dan Bantaeng. Kalau ditinjau corak gerabah, maka masa perkembangannya mencakup masa bercocok-tanam dan masa perundagian.

Pada tahun 1960-1966, penduduk mengadakan penggalian di beberapa tempat di Sulawesi Selatan seperti di Daerah Pinrang, Polewali, Gowa, dan beberapa daerah lainnya, dengan kedalaman 0,50 m sampai 2,00 m, ditemukan alat-alat rumah tangga (piring, mangkuk, guci, basi, cangkir dan lain-lain) yang mempunyai nilai seni, budaya, dan ekonomis yang tinggi yang pada umumnya berasal dari Cina dan Siam. Hasil dari penggalian ini menunjukkan adanya hubungan dagang dan kebudayaan antara penduduk Sulawesi Selatan dengan bangsa Cina.

Di Pulau Barrang Lompo, Makassar, terdapat nisan dari kuburan Islam yang menyerupai menhir (batu tegak sebagai batu peringatan pemujaan arwah leluhur) setinggi 1,50 m yang merupakan tradisi megalitik setelah tradisi bercocok-tanam.

Memasuki masa sejarah, yaitu dengan adanya beberapa catatan-catatan mengenai Sulawesi Selatan antara lain dilakukan oleh Tome' Pires (1513), Pinto (1544), Antonio Galvao, Willem Lodewycksz (1596). Tome' Pires adalah seorang ahli obat-obatan dari Lisbon, Portugis, setelah Malaka ditaklukkan Portugis pada tanggal 24 Agustus 1511, melakukan perjalanan kebeberapa daerah di Indonesia pada tahun 1513-1515, antara lain di Sulawesi Selatan mencatat perjalanannya dalam Suma Oriental yang menyajikan tentang orang Makassar, kemudian oleh Armando Costesao menulisnya dalam Bahasa Inggris dan diterbitkan pada tahun 1944. Petunjuk berikutnya adalah "tulisan lontara" baik yang dibuat oleh Daeng Pammate pada masa Raja Gowa Tumapa'risi Kallonna (1510-1546), maupun penulis lontara lainnya yang mencatat beberapa kejadian-kejadian penting yang terjadi di dalam Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo.

Aksara Bugis - Makassar (naskah kuno) yang tertulis  diatas daun lontar (Borassus flabellifer).
Aksara Bugis - Makassar (naskah kuno) yang tertulis 
diatas daun lontar (Borassus flabellifer).
Dengan jatuhnya Kota Malaka yang merupakan kota pelabuhan dan pusat perdagangan ketangan Portugis, terjadi perubahan arus pedagang dari Kota Malaka ke beberapa kota-kota di Nusantara, antara lain, Pidie, Jambi, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Tuban, Gresik, Makassar, dan Banda, menjadikan kota-kota tersebut ramai dikunjungi pedagang.

Pada waktu Agama Islam mulai masuk di Kerajaan Gowa dan Tallo pada tahun 1605, Makassar yang merupakan Ibukota Kerajaan Gowa menjadi suatu kota yang ramai dengan kedatangan pedagang-pedagang dari berbagai penjuru termasuk bangsa Portugis, Inggris, dan disusul kemudian oleh bangsa Belanda yang berhasil menguasai Kerajaan Gowa setelah jatuhnya Benteng Ujung Pandang pada tahun 1667 dan Benteng Somba Opu pada tahun 1669, yang kemudian membentuk sistem pemerintahan kolonial hingga menjadi sistem pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Regeerings-Reglement 1815 dengan pusat pemerintahan di dalam Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam).

Belanda yang telah menguasai sebagian besar daerah Sulawesi Selatan sejak jatuhnya Benteng Ujung Pandang dan Benteng Somba Opu, mendapat terus perlawanan baik dari raja-raja maupun dari rakyat di Sulawesi Selatan dan tidak pernah putus sampai pecahnya Perang Pasifik pada akhir tahun 1941.

Memasuki tahun 1942 di Makassar terjadi perubahan sistem pemerintahan Belanda ke sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Tentara Jepang setelah menduduki seluruh wilayah Indonesia. Namun pemerintahan yang dijalankan oleh Tentara Jepang hanya berjalan selama 3½ tahun berhubung karena terbentuknya Negara Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945.

Setelah kemerdekaan dicapai oleh Bangsa Indonesia, rakyat belum dapat menikmati hasil perjuangannya yang telah beratus tahun diperjuangkan. Belanda kembali menguasai sebagian besar wilayah Indonesia dengan membentuk negara-negara serikat (federal). Makassar dijadikan basis untuk membentuk Negara Indonesia Timur sampai akhirnya Negara Indonesia Timur bubar dengan sendirinya setelah terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.

Negara Kesatuan Republik Indonesia beberapa kali mengalami perubahan sistem pemerintahan, termasuk bentuk dan susunan pemerintahan Daerah. Perubahan bentuk dan susunan pemerintahan Daerah dapat dilihat dengan adanya beberapa perubahan peraturan-peraturan tentang Pemerintahan Daerah baik yang ditetapkan dalam undang-undang maupun penetapan presiden, yaitu :
  1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tanggal 10 Juli 1948 tentang Pemerintahan Daerah, mulai diberlakukan pada tanggal 13 Maret 1950 berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 1950.
  2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tanggal 17 Januari 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Nomor 6 Tahun 1957);
  3. Undang-undang Darurat Nomor 6 Tahun 1957 tanggal 30 Januari 1957 tentang Pengubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 9);
  4. Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959 (disempurnakan) tanggal 7 Nopember 1959 tentang Pemerintah Daerah, (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 129);
  5. Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 (disempurnakan) tanggal 10 Pebruari 1961 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dan Sekretariat Daerah. (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 6; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2145);
  6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tanggal 1 September 1965, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 83);
  7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tanggal 23 Juli 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 No. 38; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037).

Sesuai dengan isi dan tujuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, maka pemerintahan Daerah terus disempurnakan dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (medebewind).

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 yang menitik beratkan otonomi daerah di Daerah Tingkat II belum dilaksanakan sepenuhnya, hanya dapat berlaku selama 25 tahun, terjadi lagi perubahan setelah adanya reformasi di bidang politik pada tahun 1998 yang melahirkan sistem pemerintahan daerah yang baru, yaitu dengan keluarnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tanggal 19 Mei 1999 tentang Pemerintahan Daerah, (LN RI Tahun 1999 Nomor 72, TLN Nomor 3851). Dalam undang-undang ini, diatur pemberian kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 di Kota Makassar berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2001, yang sebelumnya, yaitu pada tanggal 30 Desember 2000 ditandai dengan apel seluruh pegawai Pemerintah Kota Makassar di Lapangan Karebosi.

Melihat pertumbuhan dan perkembangan pemerintahan Kota Makassar sejak berdirinya Kerajaan Gowa sampai dengan pelaksanaan otonomi daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II dan dilanjutkan kepada pemberian otonomi yang seluas-luasnya, maka sejarah ini disusun dengan judul “Sejarah dan Perkembangan Pemerintahan Kota Makassar" dengan babak-babak sebagai berikut:
  1. Masa Kerajaan Gowa (1300 - 1815);
  2. Masa Hindia Belanda (1815 - 1942);
  3. Masa Pendudukan Jepang (1942 - 1945);
  4. Sesudah Proklamasi Republik Indonesia (17 Agustus 1945);
  5. Perluasan Kota Makassar.

Bentuk Rumah dan Perkampungan Bugis-Makassar

I. PENDAHULUAN

Kota Makassar pada masa H.M.Dg.Patompo (1965-1978) menjabat Walikotamadya Makassar, yaitu tanggal 1 September 1971 berubah namanya menjadi Kota Ujung Pandang setelah diadakan perluasan kota dari 21 km² menjadi 175,77 km². Namun kemudian, pada tanggal 13 Oktober 1999 berubah kembali namanya menjadi Kota Makassar.

Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam), Makassar, Indonesia.
Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam), Makassar, Indonesia.
Kota Makassar biasa juga disebut Kota Daeng atau Kota Anging Mamiri. Daeng adalah salah satu gelar dalam strata atau tingkat masyarakat di Makassar atau di Sulawesi Selatan pada umumnya, Daeng dapat pula diartikan "kakak". Ada tiga klasifikasi "Daeng", yaitu : nama gelar, panggilan penghormatan, dan panggilan umum. Sedang Anging Mamiri artinya “angin bertiup” adalah salah satu lagu asli daerah Makassar yang sangat populer pada tahun 1960-an. Lagu ini sangat disukai oleh Presiden Republik Indonesia, Ir.Soekarno ketika berkunjung ke Makassar pada tanggal 5 Januari 1962.

Secara geografis Kota Makassar berada pada koordinat antara 119º 18' 27,79" - 119º 32' 31,03" Bujur Timur dan antara 5º 3' 30,81" - 5º 14' 6.49" Lintang Selatan, atau berada pada bagian barat daya Pulau Sulawesi dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 0 - 25 m. Karena berada pada daerah khatulistiwa dan terletak di pesisir pantai Selat Makassar, maka suhu udara berkisar antara 20º C - 36º C, curah hujan antara 2.000 - 3.000 mm, dan jumlah hari hujan rata-rata 108 hari pertahun. Iklim di kota Makassar hanya mengenal dua musim sebagaimana wilayah Indonesia lainnya, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung dari bulan Oktober sampai April yang dipengaruhi muson barat - dalam bahasa Makassar disebut bara’ -, dan musim kemarau berlangsung dari bulan Mei sampai dengan September yang dipengaruhi angin muson timur – dalam bahasa Makassar disebut timoro -. Pada musim kemarau, daerah Sulawesi Selatan pada umumnya sering muncul angin kencang yang kering dan dingin bertiup dari timur, yang disebut angin barubu (fohn).

Dengan perluasan wilayah Kota Makassar menjadi 175,77 km2, maka batas-batas wilayahnya berubah, sebagai berikut:

  • Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), dan Kabupaten Maros.
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten Gowa.
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar.
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar.

Dalam kehadirannya, Kota Makassar mempunyai pengalaman sejarah tersendiri yang sangat berkaitan dengan sejarah Sulawesi Selatan dan Indonesia pada umumnya sebagai bagian dari suatu keterikatan baik dalam geologi, iklim, fauna, flora, dan penduduk yang keseluruhannya adalah ciptaan ALLAH S.W.T, maupun keterikatan dalam tingkat kehidupan dalam masyarakat, budaya dan sistem pemerintahannya. Seperti diketahui, Sulawesi Selatan terdiri atas empat rumpun suku, yaitu : Makassar, Bugis, Mandar, dan Toraja.

Menurut penelitian para sejarawan, pada zaman prasejarah, perkembangan manusia di Sulawesi Selatan sudah menunjukkan pada tingkat kehidupan perundagian (zaman pertukangan) dengan ditemukannya perkakas peninggalan masa lampau berdasarkan penemuan-penemuan yang dilakukan oleh beberapa ahli prasejarah, antara lain adalah:
  1. Fritz Sarasin dan Paul Sarasin dua bersaudara bangsa Swiss, dalam tahun 1920 menemukan budaya suku Toala (Pannei) di Maros dan Pangkajene dan Kepulauan. Oleh Van Stein Callenfels menetapkan umur budaya Toala 300 - 500 S.M.
  2. H.R.van Heekeren, mengadakan penelitian di Sulawesi Selatan. Di Cabbenge (Soppeng) ditemukan fosil hewan pertama serta alat-alat serpih dan kapak perimbas yang berasal dari kala Pliosen Akhir. Di Leang Codong dekat Citta Soppeng, dalam tahun 1937 ditemukan 2.700 buah gigi yang diperkirakan mewakili 2.657 orang yang berasal dari masa Holosin. H.R.van Heekeren melanjutkan penelitian di Kabupaten Maros yaitu di Goa Saripa, ditemukan banyaknya mata panah yang disebut Lancipan Maros.
  3. Van Stein Callenfels melakukan ekskavasi di daerah Bantaeng dan Gua Batu Ejaya, ditemukan antara lain mata-uang Belanda, gerabah, dan beliung persegi. Di samping itu, ditemukan juga sebuah gelang perunggu, oleh Van Stein Callenfels menetapkan umur lapisan 300 S.M.
  4. Temuan-temuan dari kala Pasca-Plestosen dalam gua-gua antara lain, Leang Karassa (Goa Hantu) ditemukan rangka manusia dan alat serpih bilah (pisau atau alat penusuk dibuat dari batu digunakan untuk berburu dan perkakas keperluan rumah tangga) yang merupakan unsur budaya Suku Toala, di Leang JariE dan PataE, Maros ditemukan lukisan cap tangan dan babi.

Arca Buddha dari mazhab seni Amaravati ditemukan di Mamuju
Arca Buddha dari mazhab seni Amaravati
 ditemukan di Mamuju
Selain itu, di Sikendeng, Sampaga, Mamuju ditemukan arca Buddha yang terbuat dari perunggu berasal dari mazhab seni Amaravati,India Selatan yang berkembang pada abad ke 2 hingga abad ke 5 Masehi yang menunjukkan adanya hubungan serta pengaruh tertua budaya India di Sulawesi Selatan atau di Indonesia. Di Makassar (Ujung Pandang) ditemukan sebuah kapak yang sangat besar, panjang 70,5 cm terbuat dari perunggu dengan hiasan menyerupai bejana yang dapat diisi air, disebut "Kapak Makassar" serta ditemukan juga gerabah-gerabah (alat memasak yang dibuat dari tanah liat) dari hasil penggalian. Gerabah ini berasal dari Kalumpang di tepi Sungai Karama, Mamuju yang menyebar ke Maros, Makassar, Takalar, dan Bantaeng. Kalau ditinjau corak gerabah, maka masa perkembangannya mencakup masa bercocok-tanam dan masa perundagian.

Pada tahun 1960-1966, penduduk mengadakan penggalian di beberapa tempat di Sulawesi Selatan seperti di Daerah Pinrang, Polewali, Gowa, dan beberapa daerah lainnya, dengan kedalaman 0,50 m sampai 2,00 m, ditemukan alat-alat rumah tangga (piring, mangkuk, guci, basi, cangkir dan lain-lain) yang mempunyai nilai seni, budaya, dan ekonomis yang tinggi yang pada umumnya berasal dari Cina dan Siam. Hasil dari penggalian ini menunjukkan adanya hubungan dagang dan kebudayaan antara penduduk Sulawesi Selatan dengan bangsa Cina.

Di Pulau Barrang Lompo, Makassar, terdapat nisan dari kuburan Islam yang menyerupai menhir (batu tegak sebagai batu peringatan pemujaan arwah leluhur) setinggi 1,50 m yang merupakan tradisi megalitik setelah tradisi bercocok-tanam.

Memasuki masa sejarah, yaitu dengan adanya beberapa catatan-catatan mengenai Sulawesi Selatan antara lain dilakukan oleh Tome' Pires (1513), Pinto (1544), Antonio Galvao, Willem Lodewycksz (1596). Tome' Pires adalah seorang ahli obat-obatan dari Lisbon, Portugis, setelah Malaka ditaklukkan Portugis pada tanggal 24 Agustus 1511, melakukan perjalanan kebeberapa daerah di Indonesia pada tahun 1513-1515, antara lain di Sulawesi Selatan mencatat perjalanannya dalam Suma Oriental yang menyajikan tentang orang Makassar, kemudian oleh Armando Costesao menulisnya dalam Bahasa Inggris dan diterbitkan pada tahun 1944. Petunjuk berikutnya adalah "tulisan lontara" baik yang dibuat oleh Daeng Pammate pada masa Raja Gowa Tumapa'risi Kallonna (1510-1546), maupun penulis lontara lainnya yang mencatat beberapa kejadian-kejadian penting yang terjadi di dalam Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo.

Aksara Bugis - Makassar (naskah kuno) yang tertulis  diatas daun lontar (Borassus flabellifer).
Aksara Bugis - Makassar (naskah kuno) yang tertulis 
diatas daun lontar (Borassus flabellifer).
Dengan jatuhnya Kota Malaka yang merupakan kota pelabuhan dan pusat perdagangan ketangan Portugis, terjadi perubahan arus pedagang dari Kota Malaka ke beberapa kota-kota di Nusantara, antara lain, Pidie, Jambi, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Tuban, Gresik, Makassar, dan Banda, menjadikan kota-kota tersebut ramai dikunjungi pedagang.

Pada waktu Agama Islam mulai masuk di Kerajaan Gowa dan Tallo pada tahun 1605, Makassar yang merupakan Ibukota Kerajaan Gowa menjadi suatu kota yang ramai dengan kedatangan pedagang-pedagang dari berbagai penjuru termasuk bangsa Portugis, Inggris, dan disusul kemudian oleh bangsa Belanda yang berhasil menguasai Kerajaan Gowa setelah jatuhnya Benteng Ujung Pandang pada tahun 1667 dan Benteng Somba Opu pada tahun 1669, yang kemudian membentuk sistem pemerintahan kolonial hingga menjadi sistem pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Regeerings-Reglement 1815 dengan pusat pemerintahan di dalam Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam).

Belanda yang telah menguasai sebagian besar daerah Sulawesi Selatan sejak jatuhnya Benteng Ujung Pandang dan Benteng Somba Opu, mendapat terus perlawanan baik dari raja-raja maupun dari rakyat di Sulawesi Selatan dan tidak pernah putus sampai pecahnya Perang Pasifik pada akhir tahun 1941.

Memasuki tahun 1942 di Makassar terjadi perubahan sistem pemerintahan Belanda ke sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Tentara Jepang setelah menduduki seluruh wilayah Indonesia. Namun pemerintahan yang dijalankan oleh Tentara Jepang hanya berjalan selama 3½ tahun berhubung karena terbentuknya Negara Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945.

Setelah kemerdekaan dicapai oleh Bangsa Indonesia, rakyat belum dapat menikmati hasil perjuangannya yang telah beratus tahun diperjuangkan. Belanda kembali menguasai sebagian besar wilayah Indonesia dengan membentuk negara-negara serikat (federal). Makassar dijadikan basis untuk membentuk Negara Indonesia Timur sampai akhirnya Negara Indonesia Timur bubar dengan sendirinya setelah terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.

Negara Kesatuan Republik Indonesia beberapa kali mengalami perubahan sistem pemerintahan, termasuk bentuk dan susunan pemerintahan Daerah. Perubahan bentuk dan susunan pemerintahan Daerah dapat dilihat dengan adanya beberapa perubahan peraturan-peraturan tentang Pemerintahan Daerah baik yang ditetapkan dalam undang-undang maupun penetapan presiden, yaitu :
  1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tanggal 10 Juli 1948 tentang Pemerintahan Daerah, mulai diberlakukan pada tanggal 13 Maret 1950 berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 1950.
  2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tanggal 17 Januari 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Nomor 6 Tahun 1957);
  3. Undang-undang Darurat Nomor 6 Tahun 1957 tanggal 30 Januari 1957 tentang Pengubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 9);
  4. Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959 (disempurnakan) tanggal 7 Nopember 1959 tentang Pemerintah Daerah, (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 129);
  5. Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 (disempurnakan) tanggal 10 Pebruari 1961 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dan Sekretariat Daerah. (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 6; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2145);
  6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tanggal 1 September 1965, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 83);
  7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tanggal 23 Juli 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 No. 38; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037).

Sesuai dengan isi dan tujuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, maka pemerintahan Daerah terus disempurnakan dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (medebewind).

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 yang menitik beratkan otonomi daerah di Daerah Tingkat II belum dilaksanakan sepenuhnya, hanya dapat berlaku selama 25 tahun, terjadi lagi perubahan setelah adanya reformasi di bidang politik pada tahun 1998 yang melahirkan sistem pemerintahan daerah yang baru, yaitu dengan keluarnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tanggal 19 Mei 1999 tentang Pemerintahan Daerah, (LN RI Tahun 1999 Nomor 72, TLN Nomor 3851). Dalam undang-undang ini, diatur pemberian kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 di Kota Makassar berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2001, yang sebelumnya, yaitu pada tanggal 30 Desember 2000 ditandai dengan apel seluruh pegawai Pemerintah Kota Makassar di Lapangan Karebosi.

Melihat pertumbuhan dan perkembangan pemerintahan Kota Makassar sejak berdirinya Kerajaan Gowa sampai dengan pelaksanaan otonomi daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II dan dilanjutkan kepada pemberian otonomi yang seluas-luasnya, maka sejarah ini disusun dengan judul “Sejarah dan Perkembangan Pemerintahan Kota Makassar" dengan babak-babak sebagai berikut:
  1. Masa Kerajaan Gowa (1300 - 1815);
  2. Masa Hindia Belanda (1815 - 1942);
  3. Masa Pendudukan Jepang (1942 - 1945);
  4. Sesudah Proklamasi Republik Indonesia (17 Agustus 1945);
  5. Perluasan Kota Makassar.

Bentuk Rumah dan Perkampungan Bugis-Makassar

Reaksi Kimia

reaksi kimiaDidalam ilmu kimia, khususnya jika berbicara tentang reaksi kimia, kita tidak hanya memperhatikan / peduli dengan apa yang bereaksi, tetapi juga seberapa cepat reaksi kimia tersebut terjadi.
Kita ambil contoh proses pelarutan gula dalam suatu air dingin tentu juga berbeda dengan air panas yang mungkin memakan waktu beberapa menit. Contoh lainnya mungkin reaksi yang terjadi di dalam bubuk mesiu yang meledak sangatlah cepat dalam hitungan detik. Semua itu menggambarkan bahwa laju kimia memegang peranan penting dalam ilmu ini.
Sekarang pertanyaannya adalah seberapa cepat laju dalam suatu reaksi kimia tersebut?
Biar lebih mudah dimengerti lagi mari kita gambarkan dengan contoh lagi.
A -> Hasil Reaksi
Huruf disebelah kiri panah biasa kita sebut dengan reaktan, dan laju reaksi Ra adalah laju habisnya reaktan A seiring dengan waktu. biasanya satuan yang diberikan adalah mol / detik.
Jika A berada di dalam suatu larutan, laju biasanya mengacu pada perubahan konsentrasi atau mol per liter per detik. Sedangkan jika A adalah gas, maka laju mengacu baik pada konsentrasi maupun tekanan parsial yang jumlahnya kurang lebih sama.
Cukup prolognya tentang laju kimia, hal ini sengaja saya tulis supaya pembaca nanti lebih memahami lebih jauh tentang reaksi kimia.
Kembali lagi ke topik sesuai judul. Apa itu reaksi kimia?
Reaksi kimia menurut definisi adalah peristiwa perubahan kimia dari reaktan (dalam contoh diatas merupakan huruf A yang berada di sebelah kiri tanda panah) menjadi suatu hasil reaksi atau biasa disebut dengan produk.
Berikut ini adalah contoh sederhana mengenai reaksi kimia terjadinya api.
CH2O (s) + O (g) -> CO2 (g) + H2O (g)
Contoh lain yang sangat terkenal adalah reaksi kimia terjadinya hujan asam :
S (s) + O2 -> SO2 (g)
2SO2 + O2 (g) -> 2SO3(g)
SO3 (g) + H2O(l) -> H2SO4 (aq)
dimana lambang di dalam kurung tersebut merupakan fase dari zat bersangkutan dimana s melambangkan fase padat (solid) sedangkan g melambangkan fase gas dan l merupakan lambang liquid.
Dari uraian pada prolog diatas mengenai laju reaksi, kita sudah bisa membayangkan bahwa di dalam reaksi kimia akan terjadi perubahan. Dan berikut ini perubahan yang dapat terjadi sebagai indikasi dari adanya reaksi kimia.
1. Proses terbentuknya gas.
Adanya gas ini biasanya disertai dengan timbulnya bau yang khas. Contoh reaksi pembenukan api diatas mungkin dapat mewakili point 1 ini.
2. Proses pembentukan endapan.
Hal ini dapat terjadi jika suatu reaksi menghasilkan zat yang sukar / tidak larus dalam air (pelarut)
3. Proses perubahan suhu.
Suatu reaksi selalu disertai dengan proses pelepasan ataupung penyerapan kalor sehingga hal ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan suhu.
4. Proses perubahan warna
Bebarapa reaksi antar reaktan menghasilkan produk yang mungkin berbeda warna dari warna reaktan itu sendiri.
Empat point yang disebutkan diatas terkadang memang tidak bisa dipantau dengan kasat mata, contohnya reaksi perubahan larutan buffer akibat pengaruh suhu yang mempunyai dampak pada berubahnya nilai ph itu sendiri terkadang amat sulit diamati dengan keempat parameter diatas

Sejarah Penemuan Kereta Api


Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali dengan penemuan roda. Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu kereta (rangkaian), kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan sepur. Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda.
Setelah James Watt menemukan mesin uap, Nicolas Cugnot membuat kendaraan beroda tiga berbahan bakar uap. Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda besi. Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum. George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester. Waktu itu lokomotif uap yang digunakan berkonstruksi belalang. Penyempurnaan demi penyempurnaan dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif, berdaya besar, dan mampu menarik kereta lebih banyak.
George StephensonGeorge Stephenson (9 Juni 1781-12 Agustus 1848); insinyur rel kereta api, dilahirkan di Wylam, Northumberland, Inggris. Ayah Stephenson bekerja pada sebuah perusahaan pertambangan yang tugasnya memasukkan batubara ke dalam tungku perapian dari mesin uap. George pada mulanya bekerja sebagai gembala sapi pada usia delapan tahun. Kemudia ia juga bekerja di sebuah pertambangan batubara, mula-mula ia membantu Ayahnya, lambat laun ia menjadi kepala mesin uap. Sambil bekerja ia mulai belajar membaca dengan ikut kursus di malam hari. Setelah ia mampu membaca ia mulai membaca semua buku tentang mesin.
Pada suatu ketika ia diminta membantu untuk memperbaiki mesin uap, setelah itu ia diserahkan tugas yang penting dalam permesinan. Pada waktu itu pertambangan batu bara sedang mencoba menggunakan lokomotif uap atau mesin uap yang dapa digerakkan untuk mengganti tenaga kuda yang menarik kereta batubara. Kemudian George membuat mesin yang disebut Blucher. Mesin berjalan dengan sukses. Setelah itu ia ditunjuk sebagai Insinyur untuk pembangunan jalan kereta api umum yang pertama Stokton-Darlington yang dibuka pada tahun 1825. Kemudian pada tahun 1826 ia bekerja untuk pembangunan jalan kereta api Liverpool-Manchester yang dibuka pada tahun 1830.
Kereta StephensonKemudia ada suatu kontes yang diadakan untuk memilih jenis mesin apa yang cocok untuk kereta api. Stephenson ikut ambil bagian dan memenangkannnya dengan mesinnya yang bernama Rocket. Mesin Rocket ini sekarang masih ada dan terdapat pada Museum Ilmu Pengetahuan di London.
Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan listrik yang diikuti penemuan motor listrik. Motor listrik kemudian digunakan untuk membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik. Kemudian Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap. Seiring dengan berkembangnya teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju, dibuatlah kereta api magnet yang memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa. Jepang dalam waktu dekade 1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang. Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV.

Sejarah Awal Mula Permainan Bola Voli

Sejarah Awal Mulai Permainan Bola Voli - BOLA VOLI merupakan salah satu bentuk olahraga bola besar, Bola voli adalah olahraga permainan yang dimainkan oleh dua grup berlawanan. Masing-masing grup memiliki enam orang pemain. Terdapat pula variasi permainan bola voli pantai yang masing-masing grup hanya memiliki dua orang pemain
permainan bola voli telah dikenal hampir disetiap benua yang ada.dan merupakan salah satu olahraga yang mempunyai peminat yang cukup besar

bola voli diciptakan oleh William G. Morgan pada tahun 1985. ia adalah seorang Pembina pendidikan jasmani pada Young Men Christian Association (YMCA) di kota Holyoke, Massachusetts, AmerikaSerikat. Nama permainan in semula disebut “Minonette” yang hamper serupa dengan permainan badminton. Jumlah pemain di sini tak terbatas sesuai dengan tujuan semula yakni untuk mengembangkan kesegaran jasmani para buruh di samping bersenam secara missal. William G. Morgan kemudian melanjutkan idenya untuk mengembangkan permainan tersebut agar mencapai cabang olah raga yang dipertandingkan.
Nama permainan kemudian menjadi “volley ball yang artinya kurang lebih mem-volibola Pertandingan bola voli masuk acara resmi dalam PON II 1951 di Jakarta dan POM I di Yogyakarta tahun 1951. setelah tahun 1962 perkembangan bnola voli seperti jamur tumbuh di musim hujan banyaknya klub-klub bola voli di seluruh pelosok tanah air.
Hal ini terbukti pula dengan data-data peserta pertandingan dalam kejuaran nasional. PON dan pesta-pesta olahraga lain, di mana angka menunjukkan peningkatan jumlahnya. Boleh dikatakan sampai saat ini permainan bola voli di Indonesia menduduki tempat ketiga setelah sepak bola dan bulu tangkis.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah perbolavolian Indonesia,I PBVSI telah dapat mengirimkan tim bola voli yunior Indonesia ke kejuaraan Dunia di Athena Yunani yang berlangsung dari tanggal 3-12 september 1989. tim bola voli yunior putra Indonesia ini dilatih oleh Yano Hadian dengan dibantu oleh trainer Kanwar, serta pelatih dari Jepang Hideto Nishioka, sedangkan pelatih fisik diserahkan kepada Engkos Kosasih dari bidang kepelatihan PKON (pusat kesehatan olahraga nasional) KANTOR MENPORA. Dalam kejuaraan dunia bola voli putra tersebut, sebagai juaranya adalah :

* Uni Sovyet
* Kuba
* Jepang
* Yunani
* Brazil
* Polandia
* Bulagaria

Sedangkan Indonesia sendiri baru dapat menduduki urutan ke 15. Dalam periode di bawah pimpinan ketua Umum PBVSI Jendral (Pol) Drs. Mochamad Sanusi, perbolavolian makin meningkat baik dari jumlahnya perkumpulan yang ada maupun dari lancarnya system kompetisi yang berlangsung,; sampai dengan kegiatan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri.

Demonstrasi pertandingan yang dibawakan oleh kedua tim, serta penjelasan yang telah disampaikan oleh Morgan-pun telah membawa sebuah perubahan pada Mintonette. Perubahan pertama yang terjadi pada permainan tersebut terjadi pada namanya. Atas saran dari Profesor Alfred T. Halstead yang juga menyaksikan dan memperhatikan demonstrasi serta penjelasan Morgan, nama Mintonette-pun berubah menjadi Volleyball (bola voli). Pemilihan nama Volleyball sebagai pengganti Mintonette-pun tidak dilakukan dengan tanpa pertimbangan.

Nama Volleyball dipilih berdasarkan gerakan-gerakan utama yang terdapat pada permainan tersebut, yaitu gerakan memukul bola sebelum bola tersebut jatuh ke tanah (volley). Pada awalnya, nama Volleyball-pun dieja secara terpisah (dua kata), yaitu “Volley Ball”. Kemudian pada tahun 1952, Komite Administratif USVBA (United States Volleyball Association) memilih untuk mengeja nama tersebut dalam satu kata, yaitu “Volleyball”. USVBA adalah persatuan olahraga bola voli yang terdapat di Amerika Serikat. Asosiasi ini pertama kali didirikan pada tahun 1928, dan pada saat ini USVBA lebih dikenal dengan nama USAV (USA Voleyball). Setelah demonstrasi tersebut, komite YMCA berjanji untuk mempelajari peraturan-peraturan permainan yang telah ditulis dan diserahkan oleh Morgan.

Cara Permainan Bola Voli :

1. Permainan ini dimainkan oleh 2 tim yang masing-masing terdiri dari 6 orang pemain dan berlomba-lomba mencapai angka 25 terlebih dahulu.

2. Dalam sebuah tim, terdapat 4 peran penting, yaitu tosser (atau setter), spiker (smash), libero, dan defender (pemain bertahan). Tosser atau pengumpan adalah orang yang bertugas untuk mengumpankan bola kepada rekan-rekannya dan mengatur jalannya permainan. Spiker bertugas untuk memukul bola agar jatuh di daerah pertahanan lawan. Libero adalah pemain bertahan yang bisa bebas keluar dan masuk tetapi tidak boleh men-smash bola ke seberang net. Defender adalah pemain yang bertahan untuk menerima serangan dari lawan.

Permainan voli menuntut kemampuan otak yang prima, terutama tosser. Tosser harus dapat mengatur jalannya permainan. Tosser harus memutuskan apa yang harus dia perbuat dengan bola yang dia dapat, dan semuanya itu dilakukan dalam sepersekian detik sebelum bola jatuh ke lapangan sepanjang permainan. Permainan ini dimainkan oleh 2 tim yang masing-masing terdiri dari 6 orang pemain dan mengusahakan untuk mencapai angka 25 terlebih dahulu untuk memenangkan suatu babak